Aloha semuanya :)
Alhamdulillah sudah sampai di tahap ini. Tahap dimana hati sedang harap harap cemas menunggu kepastian koas daerah :D.
Magang pertama adalah magang unggas. Magang unggas adalah magang yang saya cemaskan nomor dua setelah magang kuda. Karena jujur saya masih trauma sama kuda ;).
kalo sama unggas, saya tidak takut, saya cuma bingung bagaimana proses "mandi" sebelum masuk farm nya hahah.. :D maklum cewe ;')
Ngomong ngomong unggas.. beberapa minggu yang lalu ketika masih di diagnostik bagian mikrobiologi, saya dan dua teman saya kedapatan tugas makalah tentang Avian pasteurellosis atau Pasteurella multocida di unggas. dan sekarang saatnya saya berbagi dengan kalian. Semoga bisa menjadi tambahan pengetahuan buat kalian semua :)
And enjoy ya ;) Share if you like, and don't be shy to comment if i'm wrong (or private massage me if you shy but want to give comment :D)
MAKALAH Pasteurella Multocida DI UNGGAS
Disusun Oleh:
Firdauzi Akbar Wicaksono, SKH B94154217
Intan Maria Paramita, SKH B94154222
Wahyu Sri Wulandari, SKH B94154246
PENDAHULUAN
Pasteurella multocida adalah bakteri gram negatif tunggal atau berpasangan yang penting dalam dunia perunggasan. Bakteri ini menyebabkan penyakit kolera pada unggas dan berdampak pada kerugian ekonomi yang besar. Semua spesies unggas dan burung burungan dapat terserang bakteri ini. Namun yang diduga memegang peranan dalam penyebaran bakteri ini secara luas akibat adanya burung-burung migran yang secara tidak langsung membawa bakteri ke tempat migran baru mereka (Hirsh et al. 1990). Penyebaran burung burung migran yang tidak dapat dicegah ini menjadikan bakteri ini mudah menyebar secara mendunia tanpa batasan negara.
Kolera unggas di Indonesia sudah ditemukan sejak tahun 1972. Wabah yang terjadi pun menyebar di seluruh Indonesia misalnya yang terjadi pada ayam broiler di Aceh (Zainuddin 2014), dan bebek di Brebes (Ariyanti dan Supar 2008). Masa inkubasi penyakit bervariasi dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada infeksi pertama kali angka morbiditas bisa mencapai 60-70%, sedangkan angka mortalitas mencapai 40-50% (Zainuddin 2014). Penyebaran penyakit yang meluas dan efek buruk yang ditimbulkan menjadikan penyakit ini penting untuk dipelajari lebih lanjut.
Dalam perkembangannya bakteri ini diketahui telah resisten dengan beberapa antibiotik seperti turunan beta-laktam, tetrasiklin, kloramphenikol, streptomisin, dan sulfonamid. Sehingga diperlukan perhatian khusus dalam melakukan tindakan terapi agar didapatkan hasil yang baik tanpa memperburuk kejadian resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotik baru. Resistensi bakteri ini mengakibatkan rentang pemilihan antibiotik dalam pengambilan keputusan tindakan terapi menjadi lebih sulit dan penuh pertimbangan (Wilson dan Ho 2013). Pengetahuan akan sifat sifat bakteri seperti ini perlu diketahui lebih lanjut perkembangannya agar dapat disesuaikan dengan tindakan tindakan klinis yang dapat diambil dalam penanggulangan penyakit. Beberapa teknik diagnosa yang akurat untuk bakteri ini saat ini juga mulai dikembangkan seperti penggunaan Polimerase Chain Reaction (PCR).
PEMBAHASAN
Pasteurella Multocida
Pasteurella multocida adalah bakteri gram negatif tunggal atau berpasangan dengan bentuk batang pendek atau coccoid. Melalui pewarnaan gram bakteri ini terlihat berwarna merah yang menunjukkan bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram negatif. Pasteurella multocida merupakan bakteri patogen penting yang menyebabkan penyakit kolera unggas di burung peliharaan dan burung liar. Kolera unggas adalah penyakit yang bersifat septikemik dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi (Akhtar et al. 2016).
Pasteurella multocida memiliki 5 jenis kapsul (A,B,D,E, dan F) dan 16 serovar (1-16) tetapi yang menyebabkan fowl cholera hanya beberapa serovar. Subspesies multocida dikenal sebagai penyebab penyakit fowl cholera, sedangkan septica dan gallicida dikenal menyebabkan cholera-like disease. Bagian patogen dari bakteri ini adalah kapsulnya. Diketahui bahwa bakteri yang memiliki kapsul lebih virulen daripada yang tidak. Kapsul bakteri ini tersusun atas asam hyaluronat yang nampak pada serovar A, dan D. Asam hyaluronat ini yang diduga merupakan faktor virulensi dari kapsul bakteri. Secara umum asam hyaluronat yang mencegah terjadinya opsinisasi dan fagositosis oleh sel fagosit karena bentuknya yang mirip dengan sel host yaitu bersifat asam yang seccara alamiah ada di sel host (Christensen dan Bisgaard 2007). Pasteurella yang menyerang pada unggas seringkali diketahui merupakan P. multocida tipe A.
Pasteurella sama seperti bakteri lainnya dalam famili Enterobactericeae memiliki lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin dan menyebabkan shock serta lesio pada ayam yang terserang kolera unggas. Selain itu faktor virulensi lainnya adalah adanya heat shock proteins. Seperti diketahui bahwa suhu tubuh normal unggas cukup tinggi dan peningkatan suhu dapat menyebabkan dikeluarkannya protein ini. Menurut Christensen dan Bisgaard (2007) protein ini akan dikeluarkan saat suhu lingkungan menjadi 42C.
Faktor virulensi lainnya adalah hemaglutinin filamen. Protein ini terdapat di permukaan bakteri dan mirip dengan protein yang dimiliki oleh Bordetella bronchiseptica dan B pertussis . protein ini juga bekerja dalam menghambat terjadinya fagositosis. Bakteri ini resisten terhadap beberapa jenis antibiotik seperti beta-laktam, tetrasiklin, kloramphenikol, streptomisin, dan sulfonamid (Wilson dan Ho 2013). Regulasi Fe dan kemampuan mengambil Fe dari host juga menjadi faktor virulensi penting dari bakteri ini. Fe adalah unsur penting dalam kebutuhan bakteri untuk bertahan hidup (Harper et al. 2006).
Di Australia penyakit ini ditemukan menyerang pada sekawanan kalkun dalam 7 peternakan. Di Indonesia, kolera unggas ditemukan pertama kali tahun 1972 di bebek dan ayam dengan mortalitas 23 hingga 60%. Dari 13 isolat yang diambil dari bebek dan ayam dapat dikonfirmasi 10 adalah P. Multocida. Sejumlah 9 isolat merupakan tipe A dengan 4 buah serotipe 1, satu buah serotipe 4, dan 1 buah serotipe 11, serta satu serotipe 12, sedangkan 11 sisanya tidak terdefinisi. Sebanyak lima isolat patogen pada mencit, dan dua isolat patogen di ayam (Mariana dan Hirst 2000). Bakteri yang ditemukan di Australia memiliki karakteristik batang pendek gram negatif yang positif ketika diuji indol, oksidase, katalase, memfermentasikan glukosa, mannitol dan sukrosa, serta negatif uji urea dan beta-galaktosidase (Blackall et al. 1995). Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob dan tumbuh di suhu 37C.
Unggas dapat terinfeksi P. multocida setelah ada kontak langsung antara ayam sehat dengan ayam sakit atau karier yang telah sembuh. Kolera juga dapat ditularkan melalui pakan, minuman, peralatan, petugas kandang, tanah maupun hewan pengerat atau burung liar. Namun yang memegang peranan penting dalam menyebarkan penyakit ini adalah burung liar migran yang berpindah tempat tanpa ada batasan negara.
Gejala Klinis dan Lesio
Gejala klinis dari penyakit kolera unggas terjadi dalam beberapa tipe yaitu tipe akut, sub akut dan kronis. Gejala klinis tipe akut sering terjadi beberapa jam sebelum kematian dan tidak ditemukan gejala sebelumnya. Tipe sub akut sering ditandai dengan demam, bulu rontok, terdapat discharge berlebihan dari mulut dan hidung, penurunan produksi telur, peningkatan laju respirasi, serta sianosis pada pial dan jengger dan disertai diare kehijauan. Tipe kronis terjadi pada unggas yang bertahan dari infeksi akut. Gejalanya ditandai dengan infeksi lokal, pembengkakan pada pial, depresi, kesulitan bernapas, hewan terlihat memutar leher ke satu sisi dan mengalami kepincangan (Vegad 2007; Akhtar et al. 2016).
Manifestasi gejala klinis dan lesio postmortem akibat infeksi Pasteurella multocida pada unggas antara lain septisemia, hemoragik petechiae, kongesti, pembesaran limpa dan hati, multifokal hepatik, splenik nekrosis dan pneumonia fibrinosa. Infeksi yang kronis menunjukkan adanya lokalisasi fibrinopurulen (nanah), nekrosis pada daerah kepala atau sinus hidung dan adanya pembengkakan kepala (OIE 2015 ; Ariyanti dan Supar 2008). Lesio posmortem yang ditemukan adalah kongesti sistemik dengan hemoragi ptekie di seluruh permukaan serosa organ internal. Di hati ditemukan fokal nekrosis. Pada usus ditemukan enteritis hemoragika.
Wabah biasanya menyebabkan kematian dini dan terjadi pada fase akut dengan tanpa disertai kejadian penyakit yang signifikan. Mayoritas kolera unggas disebabkan oleh serotipe A. Serotipe B dan E menyebabkan hemoragik septisemia pada sapi dan kerbau. Bakteri ini tumbuh di saluran pernafasan atas hingga paru paru. Mekanisme invasi bakteri dari bakteri hingga sistemik diduga akibat campur tangan heterofil. Pada awalnya bakteri hanya ditemukan di paru paru, lalu heterofil didatangkan akibat adanya sinyal dari benda asing berupa sarang bakteri dalam paru-paru. Rekrutmen heterofil inilah yang menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebarkan bakteri kedalam pembuluh darah dan menjadi sistemik. Rekrutmen heterofil bertujuan membatasi infeksi dari bakteri yang terjadi di organ seperti paru dan limpa. Walaupun dapat menjadi septisemia, namun isolasi bakteri dari darah hanya dapat dilakukan pada unggas dengan infeksi kronis. Kematian pada kolera unggas diduga akibat bakteremia yang parah dan shok akibat adanya endotoksin (Harper et al. 2006).

Gambar 1 Kebengkakan pada pial akibat infeksi lokal yang merupakan karakteristik dari infeksi kronis kolera unggas (Vegad 2007)
Penyebaran kolera unggas terjadi di seluruh dunia. Kasus kolera unggas di Indonesia pernah dilaporkan menyerang peternakan itik di semua umur dengan prevalensi sekitar 30 – 50%. Tingkat kematian itik karena kolera di daerah Jawa Barat dan Jakarta sekitar 30 – 50% (Ariyanti dan Supar 2008). Kematian akibat infeksi Pasteurella multocida dilaporkan pada peternakan itik intensif mencapai 62% dari populasi 1400 ekor (Ariyanti dan Supar 2008).
Gambar 2 Pembengkakan daerah kepala pada itik yang terinfeksi kronis P. multocida (Ariyati dan Supar 2008).
Gambar 3 Hati mengalami nekrosis (Bintik-bintik putih) di permukaan (Vegad 2007)
Identifikasi kolera unggas
Identifikasi bakteri Pasteurella multocida biasanya dilakukan dengan kultur murni dari organ visceral seperti paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang, gonad, atau darah jantung unggas yang mengarah pada bentuk bakteremia akut dari lesi yang ditunjukkan pada hewan tersebut. Pasteurella multocida merupakan bakteri anaerob fakultatif yang tumbuh baik pada suhu 35-37 °C . Isolasi primer biasanya menggunakan media seperti agar darah, trypticase soy agar atau dextrose starch agar. Diameter koloni berkisar dari satu sampai tiga mm setelah 18-24 jam inkubasi. Karakteristik koloni bakteri Pasteurella multocida biasanya melingkar, cembung dan tembus cahaya serta terlihat koloni yang berlendir. Sel-selnya berbentuk batang pendek dengan ukuran 0.2-0.4 × 0.6-2.5 µm, gram negatif tunggal atau berpasangan. Identifikasi P. multocida didasarkan pada hasil tes biokimia yaitu fermentasi karbohidrat, produksi enzim, dan produksi metabolit yang dipilih. Pemeriksaan fermentasi karbohidrat meliputi glukosa, manosa, galaktosa, fruktosa, dan sukrosa. Selain itu pemeriksaan karbohidrat yang tidak terfermentasi termasuk rhamnose, selobiosa, rafinosa, inulin, erythritol, adonitol, m-inositol, dan salisin. Manitol biasanya difermentasi sedangkan arabinosa, maltosa, laktosa, dan dekstrin biasanya tidak difermentasi. Pasteurella multocida tidak menyebabkan hemolisis, non motil dan jarang tumbuh pada agar MacConkey, tidak menghasilkan urease, lisin dekarboksilase, beta-galaktosidase, atau arginin dihydrolase, nitrat berkurang, indol dan hidrogen sulfida positif, dan tes Voges-Proskauer negatif. Namun menghasilkan katalase, oksidase, dan ornithine dekarboksilase. Selain itu dilakukan identifikasi bakteri Pasteurella multocida dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Namun, tidak ada tes DNA khusus untuk identifikasi P. multocida (OIE 2015).
Ulas darah dari jantung yang diwarnai dengan metilen blue ditemukan bakteri batang pendek bipolar. Apabila kultur bakteri ini diberikan pada mencit dan burung puyuh sejumlah 0.01 ml subkutan dari kultur yang ditumbuhkan 6 jam dalam kaldu dapat menjadi patogen bagi kedua hewan ini (Myint dan Carter 1988).
Media selektif dalam menumbuhkan Pasteurella multocida yang dapat digunakan pada sampel dari hewan dan manusia adalah media CGT yang berisi clindamycin, gentamicin, pottasium tellurite, dan amphotericin B dalam 5 % horse-blood agar. Media ini dapat menumbuhkan semua strain Pasteurella multocida dan P pneumotropica serta menghambat bakteri lain yang tumbuh di saluran pernafasan atas. Dalam blood agar, koloni Pasteurella multocida akan sulit dikenali karena tertutup oleh koloni bakteri lain (Knight et al. 1983)
Organ viscera yang mengalami lesio seperti jantung, hati dan ginjal dapat digunakan sebagai organ sampel. Darah juga dapat digunakan untuk sampel pengujian menggunakan Polimerase Chain Reaction (Christensen dan Bisgaard 2000). Menurut Tarmudji (2005), aspek yang perlu diperhatikan dalam pengiriman sampel antara lain: sampel untuk pemeriksaan mikrobiologi harus dalam keadaan segar dan dingin dengan cara dimasukkan kedalam container yang berisi es, swab atau organ dimasukkan di dalam media transport, sedangkan untuk pemeriksaan histopatologi diawetkan dalam Buffer Neutral Formalsalin (BNF) 10%.
Sejarah penyakit (anamnesa), gejala klinis dan lesio yang terlihat tidak cukup untuk meneguhkan suatu diagnosa terhadap kolera unggas. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk meneguhkan diagnosa terhadap Fowl cholera. Bakteri P. multocida dapat dibiakkan pada media agar darah dan dilanjutkan dengan pewarnaan gram untuk mengamati bakteri secara mikroskopis. Selanjutnya, isolat yang telah tumbuh pada media agar darah dibiakkan pada media Trypticase Soy Agar (TSA). Isolat yang telah tumbuh dilakukan pengujian lebih lanjut dengan uji biokimia dan uji gula – gula. Pada kasus kolera unggas akut, organisme bipolar dapat diamati pada organ hati dengan menggunakan Giemsa atau Wright’s (Christensen dan Bisgaard 2000). Immunofluorescent microscopy dapat digunakan untuk memeriksa bakteri P. multocida di dalam jaringan atau eksudat.
Inokulasi bakteri secara in vitro dengan menggukan mecit juga dapat dijadikan alternatif untuk peneguhan diagnosa. Mencit disuntikkan dengan menggunakan supernatan organ yang diduga menderita penyakit Fowl cholera. Supernata diambil 0.2 – 0.5 ml kemudian disuntikkan ke mencit dengan rute intraperitonial. Jika dalam waktu 24 – 48 jam mencit mengalami kematian, kemungkinan besar di dalam supernatan yang diinokulasikan terdapat bakteri Pasteurella multocida. Bakteri P. multocida dapat diisolasi dalam kultur dari jantung, darah, hati dan limpa (Christensen dan Bisgaard 2000).
Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan penyakit kolera unggas hampir tidak terlalu efektif dilakukan. Pengobatan hanya akan menurunkan tingkat kematian namun tidak akan menghentikan ayam dari penyakit. Ayam akan tetap membawa bakteri tersebut dan apabila pengobatan dihentikan besar kemungkinan penyakit akan berulang dan berujung pada kematian. Pengobatan mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu menguji sensitifitas bakteri dalam agen terhadap antibiotik mengingat bahwa bakteri ini telah banyak berkembang menjadi resisten terhadap antibiotik. Namun cara terbaik dalam menghentikan rantai penyakit adalah dengan melakukan depopulasi, hingga desinfeksi dan pengistirahatan kandang (Christensen 2013).
Alternatif pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan preparat berikut walaupun keefektifannya masih belum dapat diakui baik diantaranya dengan menggunakan (Kementrian Pertanian 2014):
a) Preparat sulfa
1) Sulfaquinozalin 0.05% dalam air minurm
2) Sulfametasin dan sodium sulfametasin 0.5 – 1.0% dalam makanan atau 0.1% dalam air minum.
3) Sulfamerasin 0.5% dalam makanan atau 0.2% dalam air minum. pemberian per oral dapat diberikan dengan dosis 120 mg/kg berat badan.
b) Antibiotik
1) Streptomycin 150000 mg dapat mencegah kematian bila diberikan pada awal infeksi
2) Terramisin 25 mg/kg berat badan.
Pada bebek disarankan penyuntikan kombinasi antara streptomisin dan dihidrostreptomisin. Pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan sanitasi kandang dan vaksinasi yang tepat. Kandang yang telah terinfeksi perlu disucihamakan dan diistirahatkan selama tiga bulan. Pemisahan ternak yang diduga mengalami gejala kolera unggas harus segera dilakukan. Burung dan hewan liar harus dicegah masuk ke dalam peternakan. Vaksinasi dapat dilakukan pada ayam berumur 6 – 8 minggu dan diulangi 8 – 11 minggu kemudian. Vaksin yang dapat digunakan adalah vaksin trivalen serotipe 1, 3 dan 4 dalam emulsi atau vaksin inaktif yang telah tergistrasi.
SIMPULAN
Pasteurella multocida tipe A adalah penyebab penyakit kolera unggas pada hampir semua jenis unggas. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi. Pengobatan penyakit ini sulit dilakukan karena bakteri ini telah resisten terhadap beberapa jenis antibiotik. Teknik diagnosa yang dapat digunakan adalah dengan isolasi dan diagnosa melalui hasil penanaman isolasi pada media biakan. Sampel yang diambil dapat berupa organ paru, hati, dan limpa serta ulas darah jika sudah terjadi bakteremia. Teknik diagnosa akurat yang dapat digunakan adalah Polimerase chain reaction (PCR)
0 komentar:
Posting Komentar